Story Lany Wijaya, Jakarta - Setelah Bebas Dari Hfs

“Terkena HFS memang tidak terasa sakit, tapi dengan wajah terus bergerak-gerak tidak terkendali membuat mental saya benar-benar downkarena malu,” kata Lany mengenang cerita lima tahun silam.

“Sekarang Hidup Saya Jadi Kembali Bergairah”


Kendati usianya sudah memasuki 67 tahun, namun ibu enam orang anak dan delapan cucu tersebut masih terlihat enerjik. Kalimat demi kalimat yang keluar dari bibirnya meski kalem namun tetap terdengar tegas. “Saya bisa menjadi seperti ini karena saya berusaha menikmati hidup yang Tuhan berikan,” kata Lany mengawali percakapannya.

Untuk mempertahankan kebugaran tubuhnya istri Soegeng Djahjono (75) tersebut setiap hari selalu menyempatkan diri berolahraga. “Minimal tiga kali seminggu saya joging di kawasan Monas,” kata Lany yang tinggal di Menteng, Jakarta Pusat tersebut.

Kesibukan lainnya, lanjut Lany ia membantu suaminya menengok karyawan yang ada di perusahaannya. Baru hari Sabtu dan Minggu, berkumpul dengan anak dan cucunya. “Itulah sepenggal kegiatan saya sehari-harinya,” kata Lany sambil tertawa lepas.

Wanita yang ramah tersebut mengakui, saat ini dia memang merasa bahagia. Hal itu berbeda dengan beberapa tahun silam saat menderita hemifacial spasm (HFS). “Terkena HFS memang tidak terasa sakit, tapi dengan wajah terus bergerak-gerak tidak terkendali membuat mental saya benar-benar downkarena malu,” kata Lany mengenang cerita lima tahun silam.

Merasa terganggu, dia kemudian ke beberapa dokter tapi rata-rata belum bisa mendeteksi secara tepat apa penyebab “sakit aneh” tersebut.

“Karena makin lama kedutan makin parah, membuat saya jadi tidak percaya diri ketemu orang, mental drop dan akibatnya sering uring-uringan,” kata Lany. Karena dokter setempat belum berhasil mendiagnosa, kemudian dia berobat ke beberapa dokter di Singapura. Tetapi hasilnya tidak memuaskan karena belum diketahui pasti apa penyakitnya. “Dua kali berobat di Singapura, hanya disuntik botox yang membuat wajah saya jadi kaku dan sulit tersenyum.”

Ia mengetahui kalau ternyata sakit yang dideritanya adalah Hemifacial Spasm (HFS) itu tanpa sengaja. Hal itu terjadi saat travelling bersama keluarga ke Jepang. Dia mendapat informasi kalau ada dokter yang ahli dan tanpa pikir panjang langsung berobat ke dokter tersebut. Beberapa bu lan kemudian dia datang lagi untuk melakukan operasi dan berhasil sembuh. “Tapi entah apa sebabnya, beberapa bulan berikut nya kedutan itu kambuh lagi,” cerita Lany.

Atas anjuran dokter yang menangani dia diminta datang untuk operasi ulang. “Tapi co baan datang lagi, menjelang berangkat ke Jepang terjadi gempa besar sehingga saya batal kesana.”

Sepertinya Tuhan sudah punya rencana lain yang lebih baik. Saat dirinya gagal berangkat justru bertemu dengan dr. Sofyan di Surabaya yang kebetulan pernah belajar HFS di Jepang. “Atas dukungan anak-anak kemudian saya melakukan operasi ulang di Surabaya. Saya bersyukur, operasi berjalan lancar dan saya sembuh total,” kata Lany dengan wajah bahagia.

Kesembuhan itu merubah segalanya pada dirinya. “Hidup saya kembali bergairah, mental saya tidak down lagi,” kata Lany yang sejak itu dia berusaha menyebarkan informasi itu kepada sesama penderita.
Make Appointment